Artikel Pendidikan : JANGAN HANYA SALAHKAN SEKOLAH




JANGAN HANYA SALAHKAN SEKOLAH (Catatan Kecil untuk Hardiknas)


Oleh :  Mugni Sn. (M.Pd.,M.Kom.,Dr.)(Sekretaris Forum Pembauran Kebangsaan Kab. Lotim/Mantan Sekretrais Dinas Pendidikan Kab. Lotim) 

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2015 berbarengan dengan  Ujian Nasional  untuk tingkat SLTP dan SD/MI. Sementara Ujian Nsional untuk tingkat SLTA telah berlangsung pada tanggal 13 – 16 April 2015. Ujian Nasional untuk tingkat SLTA telah diiringi dengan berbagai masalah. Soal bocor di percetakan. Kunci jawaban beredar di Mataram. Pengawas ruangan duduk mesra bersama perserta ujian di Sumbawa, dan lain-lan. Lebih heboh lagi sebuah EO di ibu kota memsang iklan akan mengadakan pesta bikini untuk melepaskan ketegangan pasca UN. Pesertanya menyasar anak-anak SLTA yang telah mengikuti UN dan memajang  beberapa sekolah favorit di ibukota sebagai sponsor. Untung saja acara dan iklan nyeleneh ini segera terungkap dan mendapat reaksi keras masyarakat Jakarta. 

Bahkan gubernuh Ahok akan melaporkan tindakan ini sebagai delik pidana. Akhirnya  sang pemilik EO membatalkan niat jeleknya dan memohon maaf pada masyarakat melalui media.Lain lagi cerita di NTB, media massa ternama di NTB, Lombok Post, Radar Lombok dan lain-lain memberitakan bahwa di Mataram telah terjadi pelacuran pelajar sebagai penomena gunung es. Banyak pelajar SLTA yang telah melacurkan diri. Hal ini diungkapakan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA)  NTB pada acara forum diskusi  perempuan dalam rangka memperingati Hari Kartini di LPMP NTB. LPA mengungkapan, “terjadi tren peningaktan jumlah pelajar di Kota Mataram yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial (PSK). 


Hampir di setiap sekolah (SMP) dan (SMA) ada oknum pelajar nyambi terjun ke dunia prostitusi” (Lombok Post, 24/04/15).Temuan dan pernyataan LPA ini ditanggapi oleh Kadis Dikpora Kota Mataram bahwa bisa saja yang bersangkutan hanya mengaku-ngaku sebagai pelajar dengan memakai seragam sekolah untuk menaikan harga karena peminatnya tinggi. Temuan LPA seharusnya disampaikan kepada Dikpora dengan data yang jelas sehingga dikpora dapat mencarikan solusi dengan berkoordinasi bersama sekolah dan orang tua yang bersangkutan. Tidak mestinya LPA hanya menyampaikan di forum-forum dengan data yang sumir. Itu tidak akan menyelesaikan masalah. Temuan LPA ini juga ditanggapi oleh Kabid Dikmen Dikpora NTB bersama kasi SMA. Kedua pejabat pendidikan ini mengungkapkan bahwa terhadap temuan LPA atas adanya kausus perlacuran pelajar seharusnya masyarakat jangan hanya menyalahkan sekolah. Anak-anak di sekolah hanya 7 jam sisanya mereka berada di masyarakat dan keluarga. Bila waktu berada di sekolah telah usai maka sekolah sudah tidak bisa lagi mengontrol perilaku para pelajar dan itu menjadi tanggung jawab masyarakat dan keluarga. Keluarga  harus peka dengan perilaku anak-anaknya. Bila terjadi perubahan pada perilaku atau gaya hidup anak-anak maka seharusnya orang tua merasa curiga. Misalnya tiba-tiba punya HP model terbaru. Laptop model terkini. Pakaian ala feshon gaya tergres, dan lain-lian. Sementara orang tua tidak pernah memberikan uang. Dari manakah mereka mendapatkan barang-barang itu...? Ini harus menjadi pertanyaan orang tua dan harus juga menemukan jawabannya dari sang anak atau dengan mencari jawaban sendiri dengan mengintip aktivitas sang anak pasca jam sekolah usai. (Lombok Post, 24/04/15).


Ungkapan pejabat Dikpora Kota Mataram dan Propinsi NTB layak menjadi kajian dan renungan. Data, fakta yang diperoleh atas suatu kajian yang diperoleh oleh pihak-pihak permerhati dunia pendidikan seharusnya tidak diumbar dulu pada media massa. Tetapi seharusnya disampaikan kepada pihak-pihak pengambil kebijakan pada dunia pendidikan. Orang-orang tua Sasak bilang, “aik meneng empak bau tunjung tilah”. Ini prinsip-prinsip tetua Sasak dalam menyelesaikan persoalan. Persoaln yang besar pun tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi yang memang kecil. Setiap masalah pasti ada jalan keluar. LPA untuk mendapatkan data tentang pelacuran pelajar tentu mengadakan observasi  dalam jangka waktu yang lama. Dalam teori penelitian sebaiknya menggunakan pendekatan etnografi. Etnografi menekankan pada observasi partisipatif dan deef interveiw. Tentunya anak-anak sekolah yang terindekasi menjadi pelacur harus dibuntuti dari sejak keluar dari pintu gerbang sekolahnya dan diikuti ke mana langkahnya sampai disaksikan melakukan transaski. Bahkan lebih valit lagi bila sang observer ikut bertransaksi dan hanya sampai out the door.  Bila tidak pendektan ini yang dilalukan maka pernyataan/tanggapan Kadis Dikpora Kota Mataram bisa menjadi fakta. Di sisi lain, persoalan-persoalan dalam dunia pendidikan untuk ditemukan jalan keluarnya supaya tidak menjadi virus.  Untuk itu, informasi haruslah disampaikan pada pihak-pihak/pejabat yang tepat.Dalam dunia pendidikan dikenal istilah tripusat pendidikan. Pendidikan itu berlangsung di tiga tempat, yakni sekolah, masyarakat, dan keluarga. Kerjasama antara ketiga personil yang berada pada tiga lokasi inilah yang akan melahirkan proses dan hasil pendidikan yang membanggakan. Dalam Undang-Undang Sisdiknas juga dikenaal istilah 3 jalur pendidikan yang diistilahkan dengan jalur formal, non formal, dan jalur informal. Hal ini termaktub dalam pasal 13 ayat (1) yakni Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.  


Pasal 14 menegaskan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sementara pasal 26 ayat (1) menegaskan bahwa pendidikan formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Sedangkan pendidikan informal dijelaskan dalam pasal 27 ayat (1) bahwa kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.Pendidikan formal dalam bentuk persekolahan telah tertata dengan rapi dari segi waktu belajar, kurikulum, kualifikasi tenaga pendidik, dan  faslitas layanan minimal.  


Sekolah formal dalam bentuk pendidikan dasar dan menengah pada umumnya dilaksanakan pada pagi hari. Ada juga yang sore hari bagi sekolah yang menggunakan doble ship. Bagi yang pagi hari waktu belajar dari jam 07.00 – 14.00. Sedangkan bagi  sekokah yang menerapkan doble ship pasti waktu belajar di pagi hari hanya sampai jam 13.00 dan yang masuk sore dari jam 13.00 – 18.00. Dengan demikian bagi sekolah formal yang tidak doble ship anak-anak hanya berada di sekolah sekitar 7 jam . Bagi  yang doble ship maka anak-anak hanya 6 jam berada di sekolah.  Selama peserta didik berada di sekolah maka menjadi tanggung jawab pihak sekolah. Tetapi bila telah meninggalkan pintu gerbang sekolah maka itu sudah menjadi tanggung jawab masyarakat dan keluarga. Ini menjadi medan pendidikan nonformal dan informal.Apa yang disampaika LPA NTB tetang pelacuran pelajar pastinya terjadi di luar jam sekolah. Keberadaan siswa di luar sekolah menjadi tanggung jawab masyarakat dan keluarga. 


Masyarakat harus mengambil bagian untuk menjadikan anak-anak sekolah menjadi generasi yang dibanggakan oleh sekolah, masyarakat dan keluarga. Bila masyarakat menemukan anak-anak sekolah keluyuran pasca sekolah maka seharus masyarakat rajin menegur. Persoalannya bila telah pulung sekolah bila anak-anak tidak menggunakan baju seragam maka tidak dapat dibedakan antara anak sekolah dan anak-anak yang tidak sekolah. Apakah yang bersangkutan siswa atau tidak . Pada sisi yang lain, tidak dapat juga dipastikan apakah yang menggunakan baju sekolah,  siswa atau penyamar supaya mendapat harga tinggi dari sang hidung belang. Untuk itu, apa yang dilakukan oleh LPA merupakan bentuk dari pendidikan  masyarakat. Tetapi bukan membiarkan hal itu terjadi melainkan yang diharapkan adalah mencegah supaya peristiwa itu tidak sampai terjadi. Kalaupun pasti terjadi karena tim LPA tidak berdaya untuk mencegah maka fakta yang ditemukan itu harus disampaikan kepada pihak-pihak penganbil kebijakan supaya persoalan dunia pelajar dapat terselsaikan dengan cepat dan tepat.Peran keluarga dalam mencegah perilaku negatif para pelajar sangtlah penting. Para siswa lebih banyak berada di tengah-tengah keluarga daripada di sekolah. 


Orang tua harus terus mengontrol aktivitas anak-anaknya di luar jam sekolah. Putra-putri harus ditanya, jalm berapa pulang. Bukankah sekolah-sekolah favorit banyak kegiatan exschool di luar jam formal. Kegiatan-kegiatan exschool ini berlangsung di sore hari. Orang tua harus bertanya pada putra-putrinya kegiatan exschool apa yang diikuti dan hari-hari apa kegiatran itu dilaksankan. Apa yang disampaikan oleh putra-putri harus juga dikonfirmasi ke pihak sekolah. 


Bukankah masing-masing exschool pasti ada pembinanya. Dengan teknologi yang ada masa kini maka kontrol ini dengan mudah dapat dilakukan. Orang tua harus curiga dengan gerak gerik dan penampilan putra-putrinya yang tidak seperti biasanya dan selayaknya. Untuk itu, dalam terjadi perilaku negatif bagi para pelajar jangalah hanya menyalahkan sekolah karena sekolah telah menjalankan perannya dengan baik. Tetapi pahami dan maknailah tripusat pendidikan dengan benar. Wallahuaklam bissawab..

  

Related Posts

Subscribe Our Newsletter